Sahabat D’Impact, berangkat dari framework yang sudah pakem, dengan beragam tahapan yang sudah terstruktur rapi, tentunya lebih mudah daripada membangun semua itu sendiri. Inilah yang dialami Graciela Gabrielle Angeline (Grace) beserta kedua orang temannya, para Gen-Z yang berjuang bagi tunanetra lewat smartphone app.
Selepas magang di Apple Developer Academy, mereka membangun non-profit start-up yang senama dengan aplikasi yang mereka bangun: PetaNetra. Pasalnya, visi mereka untuk membantu para tunanetra bermobilitas dengan lebih mudah dirasa belum tercapai dengan versi aplikasi yang sudah ada. Start-up ini lantas mereka gunakan untuk terus mengembangkan aplikasi PetaNetra semaksimal mungkin, untuk meraih visi tersebut.
Bagaimana perjuangan mereka mengelola tim sukarelawan ini dan mengembangkan PetaNetra? Apa saja yang sudah mereka capai dan seperti apa tanggapan pihak lain termasuk para mentor mereka di Apple dulu terkait aplikasi ini? Mari temukan jawabannya dalam ulasan berikut, sahabat D’Impact!
Berbagi dalam Memberi lewat PetaNetra
Layaknya saat magang dulu, Mahasiswi kelahiran 15 Maret 2000 ini dan kawan-kawannya mengoperasikan serta mengiklankan start-up mereka sebagian besar lewat jalur daring. Lambat-laun, mulai ada individu-individu muda lain yang mengenal PetaNetra lewat media sosial dan tertarik untuk bergabung dalam usaha ini. Bahkan, hingga kini sudah ada 14 Gen-Z sukarelawan yang bergabung dengan ketiga leaders ini, sahabat D’Impact, dan salah satunya pun seorang tunanetra!
“Buat teman-teman kaum muda yang mau gabung sama PetaNetra, masih bisa banget lho, dan welcome,” tambah Grace. “Kan many minds are better than one, and many hands make light work.”
Di satu sisi, banyaknya tangan yang bergotong-royong membangun PetaNetra memang meringankan beban Grace dan kawan-kawannya, sahabat D’Impact. Namun, di sisi lain, mereka pun harus baik-baik mengelola human capital ini, dengan pengalaman yang masih minim.
Perihal ini, Grace menuturkan, “Kita selalu mencoba untuk selalu membagi tugas kita secara rata. Masing-masing punya tanggung jawabnya sendiri, beda-beda. Dan kita terus semaksimal mungkin mendukung dan berkoordinasi satu sama lain.”
Putri tunggal sepasang tunanetra ini pun mengakui, “Banyak banget sih aku belajar dalam membangun start-up ini. Belajar untuk lebih komunikatif sama temen-temen, terus juga lebih suportif satu sama lain. Dan juga belajar cara manage people itu gimana, karena yang bekerja bukan Cuma kita bertiga doang. Jadi misalkan yang satu lagi merasa burnt out, yang lain tuh harus siap untuk ngedukung dan nge-back up.”
Di start-up ini, Grace meng-handle sisi bisnis dan hubungan dengan pihak luar, sahabat D’Impact. Agar dapat melakukan tugasnya – mengarahkan jalan PetaNetra – dengan lebih baik, ia bahkan memilih jurusan Business Management saat menerima beasiswa S2 di Taiwan baru-baru ini. Sementara itu, kedua kawannya mengurus bagian produk dan teknologi, juga marketing dan community partnership.
Jatuh-Bangun Membuka Jalan bagi Tunanetra
Masih banyak pengembangan yang sedang digarap untuk meningkatkan jangkauan lokasi serta pengalaman pemakai PetaNetra, sahabat D’Impact. Grace mengakui, “Sampai sekarang ini tantangan terbesar kita itu di teknologi. Teknologi yang ada di aplikasi kita tuh belum seefektif itu. Untuk itu kita sering ngelakuin user testing, Jadi teman-teman tunanetra coba aplikasi kita setiap kali ada improvement teknologi. Dan dari situ kita banyak banget sih dapat feedback, dan feedback-feedback mereka juga sangat bermanfaat banget buat improvement teknologi PetaNetra ke depannya lagi.”
Tak jarang, dalam proses peningkatan mutu serta cakupan ini, Grace beserta kawan-kawannya merasa buntu. Kepada tim D’Impact, penyuka olahraga basket dan renang ini mengungkapkan, “Ada waktu-waktu di mana kita berasa stagnan gitu, terus berasa bingung juga ini harus gimana, dan itu lumayan men-discourage kita ya, apalagi kita di masa stagnan itu gak singkat juga waktunya.”
Sifat sukarela dari teman-teman yang membantu dalam pengerjaan PetaNetra pun membawa tantangan tersendiri. Grace menuturkan, “Di satu sesi, kita paham yang harus dikerjain banyak, dan kita paham juga mereka harus membagi waktu antara pekerjaan utama mereka sama PetaNetra. Tapi perlu diingatin juga kalau mereka harus terus berkomitmen dengan tanggung jawab mereka.”
Saling mendukung, menyemangati dan mengecek satu sama lain adalah salah satu kunci bagi para Gen-Z ini untuk melampaui tantangan-tantangan tersebut. Mengingatkan diri sendiri akan visi dan misi PetaNetra dan terus berjuang hingga mencapai sasaran adalah hal lain yang juga memacu mereka untuk terus berusaha.
Dukungan dan Apresiasi dari Berbagai Pihak
Namun, tak hanya dari sisi internal, para pejuang di PetraNetra pun mendapatkan dukungan dari pihak luar, sahabat D’Impact.
Mentor-mentor yang dulu membimbing Grace beserta kedua kawannya di Apple Developer Academy masih turut andil hingga kini. Grace menuturkan, “Ketika kita butuh advisor atau butuh pendapat dan butuh feedback dari mereka atau saran-saran – karena kan mereka pasti lebih berpengalaman dari kita ya, dari sisi teknologi ataupun juga bisnis – mereka masih bantu gitu untuk kasih input. Dan Ketika misal PetaNetra ikut lomba, di situ juga dikasih beberapa input gitu. Dan kalau misalnya ada opportunity yang memang beririsan dengan PetaNetra, mereka akan undang PetaNetra.”
Apple pun memfasilitasi perjuangan ini dengan memberikan hak cipta secara penuh kepada Grace dan timnya. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan aplikasi PetaNetra dan bahkan mengikuti perlombaan dengan lebih mudah. Sudah cukup banyak pula penghargaan yang mereka raih lewat pertandingan yang mereka ikuti.
“Pernah juara 1, juara 2,” Grace bercerita. “Juara 1 lomba kemarin di Abu Dhabi, di Uni Emirat Arab. Dulu juga pernah ikut dan juara 2 di Kominfo. Terus pernah ikut juga yang tingkat ASEAN di Singapura.”
Hasil yang Membanggakan
Sahabat D’Impact, kerja keras dan kegigihan para pahlawan muda ini beserta dukungan yang mereka peroleh dari berbagai pihak membawa smartphone app ini ke taraf usability. Kini PetaNetra dapat digunakan para tunanetra untuk bernavigasi di Perpustakaan Taman Ismail Marzuki di Jakarta!
Hal ini tentu sebuah pencapaian yang membanggakan bagi tim sukarelawan ini, terutama bagi penggerak utamanya, Grace. Namun perjalanan masih panjang, dan karenanya Grace ingin mengajak, “Untuk pihak-pihak yang mau bantu tunanetra, mau lebih inklusif dengan tunanetra, terutama tentang navigasi tunanetra di tempat-tempat indoor, yuk kerjasama dengan PetaNetra.”
Kegigihan dan tekad yang kuat ini berawal dari pengalamannya saat tumbuh dalam lingkungan yang akrab dengan kalangan disabilitas, terutama tunanetra. Nah, sahabat D’Impact ingin tahu seperti apa pengalaman uniknya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tua yang berdisabilitas netra dan netra-rungu? Yuk gali insight-nya di artikel mendatang bersama D’Impact!