Bangkit dari Keterpurukan

Sahabat D’Impact, bangkit dari keterpurukan memang bukan sesuatu yang mudah. Namun, hal tersebut bukan pula sesuatu yang tidak mungkin. Sahabat yang akan berbagi kisahnya kali ini, M. Reza Akbar, Head of Engagement di Think.Web, sebuah Perusahaan digital marketing, membuktikannya dalam ulasan berikut:

Banting Setir untuk Bangkit dari Keterpurukan

Pria kelahiran tahun 1985 yang biasa dipanggil Ega ini terlahir “biasa-biasa saja,” sahabat D’Impact. Ia lulus kuliah dari jurusan akuntansi pada tahun 2007, kemudian langsung melamar dan mendapatkan pekerjaan sebagai accounting consultant.

Namun, pada tahun 2010, pembuluh darah di matanya pecah, sehingga ia menjadi tunanetra total hingga kini.

“Kondisi ini lumayan membuat saya down dan menutup diri saat itu,” kenangnya. Ia pun berusaha mengembalikan keadaannya seperti sedia kala. Namun, setelah berbagai cara yang dicoba gagal, ia tak lagi berusaha memulihkan penglihatannya dan menyimpulkan, “Memang Allah berkehendak lain.”

Meskipun demikian, ia tidak pernah menyerah untuk bangkit dari keterpurukan ini, untuk membuat hidupnya terus bermakna. Ia terus mencari pekerjaan yang dapat ia lakukan, “karena ingin tetap bisa berkarya walaupun dalam kondisi tunanetra.”

“Di tahun 2014 saya mendapat informasi mengenai penggunaan screen reader pada smartphone dan komputer yang bisa membantu pengguna tunanetra. Langsung saja saya coba mempelajarinya,” tuturnya pada tim D’Impact. “Setelah kira-kira 1 tahun saya belajar akhirnya saya bisa menggunakan screen reader. Setelah bisa menggunakan smartphone dan komputer, barulah saya mulai berpikir untuk mencari pekerjaan.”

Sayangnya, masalah baru muncul setelah tahap ini terlampaui, sahabat D’Impact. Ega sempat bingung tentang pekerjaan apa yang kini ia bisa lakukan sebagai tunanetra total.

“Saya merasa dunia accounting saat itu masih kurang aksesibel karena banyak file berbentuk cetak yang mana ini sulit diakses oleh tunanetra,” ujarnya melanjutkan. “akhirnya saya memutuskan berpaling dari background saya yang seorang accounting consultant.”

Kondisi Baru, Ranah Pekerjaan Baru

Berpikir out of the box dan sigap serta nekad mengambil kesempatan rupanya merupakan kunci untuk bangkit dari keterpurukan, bagi Ega.

“Setelah saya pikir, dunia digital bisa menjadi salah satu jenis pekerjaan yang aksesibel karena semua pekerjaan bisa dilakukan dengan bantuan screen reader,” ia menjelaskan.

Dan, perkiraannya ini terbukti, sahabat D’Impact! Di tahun yang sama, ia mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan sebuah tim media sosial dalam proyek personal branding.

“Nah, inilah pekerjaan pertama saya sebagai tunanetra yang akhirnya membawa saya mendalami dunia digital hingga membawa saya terjun di industry digital marketing,” kenangnya.

2 tahun berselang, saat sedang mendalami seluk-beluk digital marketing, kesempatan lain untuk menggali potensinya dalam ranah pekerjaan baru ini muncul.

“Jadi di tahun 2016 saya mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan diperkenalkan dengan Think.Web, sebuah creative & technology agency di Jakarta. Nah, di momen itulah saya menyatakan ketertarikan dan minat saya untuk bergabung dengan Think.Web, alhamdulillah pihak Think.Web menyambut baik minat saya dan terbuka untuk menerima karyawan disabilitas,” ia mengisahkan. “Yang saya tahu Think.Web memang cukup sering mengadakan kegiatan bareng disabilitas. Dan setelah saya bergabung saya justru baru tahu kalau ternyata saat itu saya memang merupakan karyawan disabilitas pertama di Think.Web.”

Kreatif Mencari Solusi: Kunci Beradaptasi

Menjadi karyawan disabilitas pertama dalam suatu Perusahaan tidaklah mudah, sahabat D’Impact. Ega mengalami sejumlah tantangan dalam pekerjaan barunya sebagai Social Media & Digital Activity Officer.

“Menurut saya tantangan terbesar adalah soal aksesibilitas dari platform yang digunakan, karena di tahun itu beberapa platform media social masih belum seaksesibel saat ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengakui, “Di sini saya merasa sebagai ttunanetra memang dituntut untuk harus lebih kreatif dalam mencari solusi dari keterbatasan saya.”

Berawal dari kesimpulan tersebut, ia menerapkan berbagai solusi, “mulai dari mencari platform pihak ketiga yang lebih aksesibel sampai meminta bantuan rekan kerja jika memang terpaksa dibutuhkan, terutama pada hal-hal yang terkait dengan visual.”

Nah, seperti apa peran rekan kerja dan atasan dalam perkembangan dan kemajuan seorang karyawan disabilitas seperti Ega dalam Perusahaan? Mari Simak di artikel berikutnya, sahabat D’Impact!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *