Nursyahbani Katjasungkana

Frasa “Memanusiakan Manusia” sering bergema belakangan ini, baik di kalangan aktivis sosial kemanusiaan maupun dalam tema-tema terkait. Konsep ini adalah konsep yang mulia. Namun, pada praktiknya, masih banyak terjadi pelanggaran dan intimidasi terhadap kelompok rentan.

Ibu Nursyahbani Katjasungkana adalah salah satu sosok pejuang untuk kelompok rentan, termasuk kaum perempuan. Pada kesempatan ini, mari kita ulik kisahnya.

Perjuangan Awal Ibu Nursyahbani Katjasungkana

Setelah lulus dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga pada tahun 1979, Ibu Nursyahbani  mengambil profesi sebagai advokat. Sepanjang era 1980-an, beliau menggunakan profesi ini sebagai pintu masuk dan jembatan untuk mendorong penegakkan hukum demi tercapainya keadilan gender. Beliau mengadvokasi sejumlah undang-undang agar adil gender dan berpihak pada perempuan korban, misalnya UU Penghapusan KDRT.

Berkat kiprah beliau tersebut, Ibu Nursyahbani dipilih menjabat sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta selama 2 periode pada tahun 1987-1993. Di samping itu, beliau juga menjadi pemimpin utama di sejumlah organisasi perempuan.

Pendirian LBH APIK

Pada tahun 1995, bersama beberapa perempuan Advokat lainnya, Ibu Nursyahbani mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK). Beliau pun terpilih sebagai Koordinator Nasional di LBH APIK tahun 2010-2020.

Lembaga ini mengusung program-program keberpihakan kepada perempuan dan kelompok rentan lainnya, selain bantuan hukum. Program-program tersebut diantaranya pelatihan teori dan praktik hukum feminis serta mendorong reformasi hukum dan kebijakan yang adil gender di Indonesia. Dan, saat ini, LBH APIK sudah memiliki 18 kantor cabang di Indonesia.

Tantangan demi tantangan dilalui oleh Ibu Nursyahbani beserta kolega-koleganya. Kecenderungan akan kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok rentan, angka kematian Ibu dan anak, kekurangan gizi pada anak serta perkawinan anak yang naik adalah salah satu dari tantangan tersebut, yang hingga kini masih menjadi PR.

Berjuang, Mencapai, dan Berjuang Lagi

Deretan hasil perjuangan beliau menjadikan Ibu Nursyahbani anggota MPR Fraksi Utusan Golongan tahun 1999-2004. Pada 2004-2009, beliau kembali terpilih menjadi wakil rakyat di DPR.

Di luar ranah organisasi, Ibu Nursyahbani juga mendapat penghargaan-penghargaan publik di dalam dan luar negeri. Beliau menerima nominasi dari 1000 penerima hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2006, dan mendapat gelar Doktor Kehormatan dari Pusat Studi Oriental dan Afrika Universitas London atas dedikasinya dalam masalah HAM dan feminisme pada tahun 2019.

Meskipun telah meraih banyak pencapaian, Ibu Nursyahbani terus meningkatkan dan mengembangkan ilmu beliau agar dapat meneruskan perjuangan membela kelompok rentan termasuk kaum Perempuan dengan lebih baik lagi. Beliau mengambil beasiswa dan diploma tentang menjembatani riset dan kebijakan dari Pusat Epidemiology Universitas Nasional Australia, juga diploma untuk perbandingan hukum internasional tentang gender dan orientasi seksual dari Universitas London pada tahun 2012.

Dalam perjalanan Panjang beliau memperjuangkan keadilan gender dan HAM, Ibu Nursyahbani terus berharap bahwa keadilan gender dapat semakin tercapai di Indonesia sesuai Pasal 5 Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan.

Sahabat D;Impact, mari kita teladani perjuangan beliau, sahabat D’Impact, dan menjadi pembela keadilan di lingkungan sekitar kita. Kalau bukan kita siapa lagi yg bisa diharap menegakkan hukum dan keadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *