Hubungan Industrial

Hubungan industrial yang harmonis antara pengusaha dan pekerja adalah salah satu kunci kesuksesan sebuah perusahaan. Pasalnya, seperti yang diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan, Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si, yang dikutip dari laman berita CNBC, keharmonisan ini dapat mendorong produktivitas kerja.

Untuk mencapai hubungan industrial yang harmonis, hal-hal berikut perlu diperhatikan dan dipahami:

1. Makna Hubungan Industrial

Hal paling pertama dan utama yang perlu dipahami demi mencapai keharmonisan hubungan industrial adalah pengertian dan cakupan dari hubungan industrial itu sendiri.

Terdapat sejumlah definisi hubungan industrial yang dapat diterapkan. Namun, secara garis besar, hubungan industrial adalah hubungan interaktif dua arah yang berkesinambungan antara pengusaha atau manajemen perusahaan dan tenaga kerja dalam suatu industri dalam pekerjaan sehari-hari, yang dipengaruhi atau mengacu kepada kebijakan pemerintah.

Dengan demikian, hubungan industrial merupakan hubungan yang luas serta kompleks cakupannya, dan mengandung berbagai unsur, antara lain unsur sosial, ekonomi dan hukum. Hubungan ini pun dapat berupa hubungan antar pekerja, hubungan antara pekerja dan pengusaha, hubungan antara serikat pekerja dan perusahaan, atau bahkan hubungan antara serikat pekerja, asosiasi pengusaha dan pemerintah.

2. Perjanjian Kerja

Terkait unsur hukum dari hubungan industrial, pemerintah melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan menetapkan adanya perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha, yang didefinisikan sebagai “perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.” Perjanjian ini mengikat dan memberikan perlindungan hukum kepada kedua belah pihak.

Terdapat 2 jenis perjanjian kerja yang termuat dalam undang-undang tersebut, yaitu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Secara awam, kedua perjanjian kerja ini sering disebut “perjanjian kerja untuk karyawan kontrak” dan “perjanjian kerja untuk karyawan permanen.”

Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat berdasarkan jangka waktu kerja tertentu atau terselesaikannya suatu pekerjaan tertentu, yang durasinya tidak lebih dari 3 tahun. Sementara itu, perjanjian kerja waktu tidak tertentu tidak memiliki batasan waktu kerja.

Selain perjanjian kerja, Undang-Undang Ketenagakerjaan juga memuat perjanjian kerja bersama (PKB). Perjanjian ini merupakan perjanjian kerja yang disusun bersama berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dan serikat pekerja, berbeda dengan perjanjian kerja yang disusun secara sepihak oleh perusahaan.

3. Peraturan Perusahaan

Berbeda dengan perjanjian kerja yang sedikit-banyak memiliki unsur eksternal yakni terkait hukum negara, peraturan perusahaan bersifat murni internal. Menurut perundang-undangan, peraturan perusahaan sendiri adalah “peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata-tertib perusahaan.” Tujuan adanya peraturan perusahaan di antaranya menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha, serta memberikan pedoman bagi pengusaha dan pekerja dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing.

Peraturan perusahaan wajib dimiliki perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 orang, dan berlaku untuk jangka waktu tertentu, maksimal selama 2 tahun. Peraturan ini dapat berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, biasanya atas pengaruh budaya dan jenis usaha yang digeluti.

4. Waktu dan Upah Kerja

Waktu kerja, waktu istirahat dan upah pekerja adalah sejumlah hal yang termasuk ke dalam perjanjian kerja serta peraturan perusahaan, dan penerapannya tidak kalah pentingnya dalam menjaga keharmonisan hubungan industrial.

Waktu kerja bersifat terpisah dengan waktu istirahat, dan pekerja berhak mendapatkan waktu istirahat selama setengah jam setelah 4 jam bekerja secara terus-menerus. Terkait hal ini, perundang-undangan ketenagakerjaan mengatur bahwa jam kerja selama seminggu adalah 40 jam, yang dapat dibagi menjadi 7 jam dalam 6 hari atau 8 jam dalam 5 hari.

Sementara itu, struktur dan skala upah kerja diatur masing-masing perusahaan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja, dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi pekerja. Namun, seberapa pun besarannya, upah pekerja tidak boleh kurang dari upah minimum yang ditetapkan setiap tahunnya oleh pemerintah pusat dan diturunkan ke pemerintah daerah, yang disesuaikan pada penerapannya dengan memperhatikan berbagai aspek, di antaranya kondisi perusahaan dan pertumbuhan ekonomi di daerah.

5. Perselisihan Hubungan Industrial dan Cara Menyelesaikannya

Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau perusahaan dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh.

Perselisihan yang muncul dikategorikan oleh perundang-undangan ke dalam 4 jenis, yaitu:

  • Perselisihan hak, yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan, akibat adanya perbedaan pelaksanaan maupun penafsiran terhadap ketentuan dalam peraturan atau perjanjian tersebut;
  • Perselisihan kepentingan, yang dapat timbul karena terjadinya ketidaksamaan pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama;
  • Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), di mana terjadi ketidaksamaan pendapat terkait pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak; dan
  • Perselisihan antar-serikat dalam satu perusahaan, yang terjadi antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lainnya, namun terbatas hanya dalam satu perusahaan, yang dapat timbul ketika tidak ada persamaan paham mengenai keanggotaan dan pelaksanaan hak serta kewajiban keserikatan pekerjaan.

Dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dengan baik – tepat, adil, dan tidak menguras waktu serta biaya – adalah salah satu bukti bahwa hubungan industrial dalam suatu perusahaan telah terjalin dengan harmonis. Untuk mencapai hal ini, cara-cara yang dapat ditempuh adalah:

  • Perundingan bipartit, yakni perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dan pengusaha, yang merupakan jalur pertama yang patut ditempuh untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial;
  • Mediasi/konsiliasi, yaitu musyawarah yang ditengahi oleh mediator/konsiliator yang berada di Dinas Tenaga Kerja kota/kabupaten;
  • Arbitrase, yang adalah penyelesaian perselisihan di luar pengadilan melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter; dan
  • Pengadilan hubungan industrial, pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.\\

Sahabat D’Impact, cara mencapai keharmonisan Hubungan Industrial yang lebih mendalam dan menyeluruh akan dibahas dalam rangkaian Workshop tentang Industrial Relations, yang akan diadakan D’Impact pada tanggal  24 dan 31 Oktober serta 07,14 dan 21 November 2023. Mari bergabung dengan mendaftarkan diri pada tautan ini.