Membangun Videomaking
Membangun Bisnis Videomaking

Sahabat D’Impact, dalam dekade-dekade belakangan ini mudah sekali menemukan konten video di berbagai media dan dalam berbagai kesempatan, bukan? Film-film pendek pun menjamur.

Lutfiretno Wahyudyanti adalah salah satu pembuat konten-konten tersebut, di bawah naungan Studio Banyumili yang ia dirikan sejak 2020 silam. Berawal dari modal pas-pasan, kini ia beserta timnya telah mencatatkan berbagai kalangan sebagai klien, baik dari dalam maupun luar negeri.

Seperti apa proses perjuangan perempuan yang akrab disapa Lutfi ini beserta timnya? Mari simak ulasannya berikut ini!

Iseng, Lantas Ingin

Perempuan berhobi travelling, menjajal kuliner dan menonton film ini mengakui, “Berbisnis video awalnya iseng-iseng saja. Dulu aku tinggal di Jogja, lalu pindah ke Jakarta karena ikut suami yang sudah kerja di sana lebih dulu. Nah, di sana aku nyari-nyari kesibukan.”

Ia lantas menerangkan, “Suamiku waktu itu kerja di bidang video. Dia kerja sama orang. Aku lihat dia punya lumayan banyak teman yang skill-nya bagus, tapi mereka nggak bisa jualan. Nah, Mulailah aku kepikiran gimana kalau mengumpulkan mereka dan bikin usaha sendiri. Tapi prosesnya lumayan panjang, karena aku nggak punya modal.”

Modal Membangun Bisnis Videomaking

Modal uang yang akhirnya digunakan Lutfi sebagai starter adalah tabungan pribadi yang ia kumpulkan semasa bekerja di sebuah LSM, sahabat D’Impact.

Ia mengungkapkan, “Sebelumnya aku memang nabung karena aku percaya bahwa suatu saat aku ingin keluar dari pekerjaanku, ingin punya usaha sendiri. Tapi aku waktu itu nggak kepikiran mau punya usaha apa.”

Ketika bisnis yang awalnya berjenis freelance ini mulai berjalan, di seputaran tahun 2017, keuangannya disokong oleh blog-nya, KotakPermen.com – yang kini sudah tidak aktif lagi – dan pekerjaan lepas lain.

“Aku banyak menang kompetisi yang berhadiah lumayan dengan nulis di blog. Dari situ juga, banyak yang ingin mempromosikan bisnis mereka di blog-ku atau minta aku menulis artikel untuk organisasi mereka,” kenangnya. “Selain itu aku jadi EO (event organiser), dan macam-macam lah. Pokoknya kalau ada orang nawarin kerjaan, atau ada orang sekitarku yang butuh bantuan, aku kerjain deh. Karena aku tahu awal-awal jualan video itu ya pemasukannya belum cukup buat bayar tagihan tiap bulan.”

Setelah menilai bahwa bisnis videomaking memang bisa dijadikan mata pencaharian, mulailah Lutfi mengumpulkan peralatan yang diperlukan, sahabat D’Impact.

“Aku merasa kalau mau serius di bisnis video harus punya alat sendiri, karena biaya sewa alat cukup besar anggarannya,” tuturnya. “Daripada terus-menerus nyewa, lebih baik punya sendiri. Pelan-pelan aku nyicil beli peralatan editing, kamera, dan printilan lain. Waktu awal-awal memutuskan menjadikan pembuatan video sebagai mata pencaharian, keuntungan dari pembuatan video selalu dipakai untuk menambah alat.”

Namun bukan hanya itu saja modal Lutfi dalam membangun Studio Banyumili, sahabat D’Impact. Apa saja modal lain yang ia kerahkan dalam membangun bisnis videomaking-nya ini? Bagaimana ia memasarkan jasanya kepada klien-klien dan menjaga agar pipeline-nya tak terputus? Mari temukan di artikel berikutnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *