Sahabat D’Impact, apakah yang muncul dalaam benak sahabat D’Impact saat membaca atau mendengar tentang “perekrutan pekerja tunanetra di sektor formal”? Mungkin, “Bagaimana cara tunanetra bekerja di sektor formal?” Atau bahkan, “Apakah tunanetra bisa bekerja di sektor formal?”
Jikapun demikian, sahabat D’Impact tidak sendiri. Pada tanggal 3-4 Desember 2024 lalu, hampir 100 orang dari Indonesia, Filipina dan Vietnam berkumpul bersama untuk membicarakan konsep ini.
Siapa saja mereka dan apa saja yang mereka temukan dalam forum tersebut? Mari simak ulasannya berikut ini:
Berkolaborasi untuk Mengakselerasi Pemberdayaan dan Kesetaraan
Sembari memperingati Hari Disabilitas Internasional, 4 elemen masyarakat dari ketiga negara di atas bertemu di Hanoi, Vietnam dalam Regional Employment Summit for Persons with Visual Impairment. Mereka adalah para perwakilan pemberi kerja, pekerja tunanetra, organisasi ketunanetraan, dan bagian pemerintah masing-masing negara yang mengurusi bidang ketenagakerjaan.
Melalui wadah ini, mereka berbagi tentang situasi terkini terkait perekrutan pekerja tunanetra di sektor formal di negara masing-masing, tantangan apa saja yang dihadapi, cara mereka mengatasi tantangan tersebut, dan bahkan saran dan/atau rencana ke depannya. Harapannya, para peserta dapat saling belajar dan mengadopsi gagasan atau cara baik satu sama lain, sehingga semakin banyak pekerja tunanetra yang terserap di sektor formal baik di Indonesia, Filipina maupun Vietnam.
Acara ini adalah puncak dari penelitian selama setahun terkait perekrutan pekerja tunanetra di sektor formal yang diselenggarakan di masing-masing negara, sahabat D’Impact. Penelitian tersebut pun dipantik oleh temuan riset Australia-Indonesia Disability and Advocacy Network (AIDRAN) tahun 2023 bahwa baru 1 persen dari 4 juta tunanetra usia produktif di Indonesia yang terserap di dunia kerja sektor formal.
Dasar Keberhasilan Pekerja Tunanetra di Sektor Formal
Hal yang banyak digarisbawahi dalam acara tersebut adalah bahwa kepercayaan diri penting adanya dalam perekrutan pekerja tunanetra di sektor formal.
Kepercayaan diri adalah pendorong bagi sejumlah pekerja tunanetra yang berbagi dalam ajang ini untuk melamar kerja, sahabat D’Impact. Di sisi lain, kurangnya kepercayaan diri lantaran banyaknya tindakan diskriminatif yang telah dialami sebelumnya membuat tak sedikit tunanetra enggan mencoba melamar kerja lagi.
“Kepercayaan diri adalah salah satu hal yang perlu dipupuk dalam diri pekerja tunanetra,” salah satu perwakilan perusahaan Filipina yang banyak mempekerjakan tunanetra di call centre mereka menyetujui hal ini. “Kita perlu menyediakan training yang sesuai dan hal-hal lain yang mereka butuhkan untuk bekerja.”
Namun, di sisi lain, para pemberi kerja pun perlu merasa percaya bahwa mereka dapat mempekerjakan tunanetra dengan baik. Seorang pemilik perusahaan pembuatan software di Indonesia yang juga berbagi dalam summit ini mengaku bahwa ia mulanya ragu ketika mendapati salah satu pelamar posisi di perusahaannya adalah tunanetra. Apalagi, saat training, pekerja tunanetra tersebut mengalami kesulitan dalam beradaptasi.
“Tapi saya bilang sama dia: Kalau kamu nggak menyerah, saya juga nggak menyerah,” tegasnya. “Saya juga melihat kembali bagaimana saya membawakan training dan akhirnya beradaptasi dengan kebutuhan dia. Saat itu saya baru sadar kalau banyak presentasi saya menggunakan grafik, kurang kata-katanya. Saya ubah, dan akhirnya dia bisa mengikuti training dengan baik.”
Tak Sia-Sia
Adaptasi 2 arah ini tak sia-sia, sahabat D’Impact. Dari 3 trainee yang melamar ke perusahaan tersebut, yang tunanetra satu-satunya yang masih terus bekerja di sana hingga kini. Menurut atasannya, output pekerjaannya pun memuaskan.
Tak hanya di Indonesia, sebuah perusahaan penghasil coklat di Vietnam juga telah 14 tahun mempekerjakan tunanetra, dengan alasan serupa. Bahkan, 2 perusahaan di Filipina “berebut” mempekerjakan tunanetra selulus mereka dari training dasar di sebuah organisasi ketunanetraan di negara tersebut.
Sahabat D’Impact, perjuangan mencapai pemberdayaan dan kesetaraan bagi tenaga kerja tunanetra masih panjang. Namun, seperti yang ditemukan dalam ajang berbagi pengalaman dan pendapat selama 2 hari ini, banyak pula hal baik yang sudah dilakukan.
Selanjutnya? Seperti yang juga diresolusikan para peserta summit, mari kita berjuang bersama untuk hasil yang lebih baik lagi.
Salam inklusi!