
Sahabat D’Impact, memiliki keterbatasan bagi sebagian orang boleh jadi pemicu kegagalan. Namun, bagaimana bila keterbatasan justru memacu seseorang untuk berdampak baik bagi sesama?
Sahabat D’Impact yang akan berbagi kali ini juga demikian. Ia adalah Synthia Montolalu, seorang tunanetra yang sudah lama konsisten melayani disabilitas. Apa saja yang sudah ia lakukan? Yuk simak lintasan kiprahnya berikut ini!
Tunanetra Kok Jadi JBI?
Perempuan yang akrab disapa Thia ini telah lama menjadi relawan bagi penyandang tunarungu-wicara/teman tuli. Karya ini berawal belasan tahun silam, saat ia masih bertugas di Dinas Sosial Kota Manado, Sulawesi Utara.
“Waktu itu atasan minta saya membantu belasan teman tuli menerjemahkan kata-kata ataupun suara dalam pelatihan untuk penyandang disabilitas agar mereka mengerti,” ungkapnya.
Sahabat D’Impact mungkin bingung, bagaimana tunanetra bisa menjadi juru bahasa isyarat (JBI)? Bukankah JBI satu-satunya penjembatan komunikasi dengan teman tuli? Dan bukankah seorang JBI harus memiliki penglihatan yang optimal?
Ternyata, Thia melayani teman tuli bukan dengan menjadi JBI, sahabat D’Impact. “Atasan bilang saya jadi typist atau juru ketik mereka saja. Karena saat itu di daerah kami tinggal, belum ada juru bahasa isyarat,” ujarnya.
Untungnya, Thia memiliki kemampuan mengetik yang kecepatannya di atas rata-rata. “Walau sejak kecil saya sudah tunanetra, tapi saat SMP saya sudah biasa menggunakan mesin tik, hafal tuts-tutsnya. Bahkan saat SMA, kecepatan dan akurasi mengetik saya di atas rata-rata, mengalahkan murid yang awas sekalipun,” perempuan asal Manado tersebut menjelaskan.
Karya Sukarela dan Upahnya
Saat hijrah kerja ke Jakarta pun, alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pioner Manado ini tak pudar hasratnya untuk menyokong perkembangan pengetahuan teman tuli, sahabat D’Impact. Ia beberapa kali menjadi volunteer typist bagi teman-teman tuli jika tidak tersedia juru bahasa isyarat, dan belakangan ini ia aktif sebagai typist di Persatuan Tuli Buta (Pelita), yayasan yang anggotanya adalah mereka yang tidak hanya memiliki hambatan penglihatan tapi juga sekaligus mengalami hambatan pendengaran dan hambatan bicara.
“Saya berempati pada mereka karena, dengan multihambatan yang mereka alami, mereka amat terbatas mengakses informasi. Saat saya jadi typist, terkadang saya harus menerangkan makna dari kata-kata yang mereka belum atau tidak mengerti, atau mencari padanan kata yang sederhana supaya mereka paham,” paparnya mengenai kendala aksi volunteering-nya ini.
Namun, di era teknologi sekarang ini, Thia tak lagi menggunakan mesin tik untuk menjalankan tugasnya, sahabat D’Impact. Ia menggunakan smartphone atau komputer untuk membantu menerjemahkan suara menjadi teks bagi teman tuli atau teman tuli-buta. Sementara itu, di forum besar dan resmi semisal seminar, ia menggunakan komputer yang dihubungkan ke proyektor bagi teman tuli, dan menghubungkan komputer ke braille display saat menjadi typist bagi teman teman tuli-buta.
“Kalau smartphone, biasanya informasi saya kirim melalui chat, mulai dari info sehari-hari hingga info penting. Tantangannya adalah menyederhanakan kata-kata yang sulit jadi mudah,” ia menambahkan.
Niat tulus membantu sesama ini ternyata membuahkan hasil lho, sahabat D’Impact. Berkat informasi serta pengetahuan yang disalurkan lewat jari-jemari Thia, ada teman dari PELITA yang sukses mengembangkan diri. Bahkan, ada pula yang bisa studi singkat di Australia!
Pekerjaan Sampingan yang Menghasilkan
Sahabat D’Impact, tak hanya itu, Thia juga membuat konten tentang tunanetra di YouTube dan TikTok.
“Saya memilih membuat konten tentang keseharian tunanetra untuk mensosialisasikan dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat tentang tunanetra, karena masih banyak anggapan yang keliru dan stikma negatif kepada tunanetra. Sampai sekarang saja, masih banyak banget masyarakat yang bingung gimana caranya tunanetra menggunakan smartphone atau gimana menggunakan laptop. Anggapan mereka kami harus pakai HP kusus dan laptop dengan keyboard khusus, padahal kan sebenarnya enggak seperti itu,” ia menuturkan.
Thia memulai kampanye sosial ini pada tahun 2020, saat pandemi Covid-19 melanda dan ia jadi punya banyak waktu untuk menuangkan ide kreatifnya. Dalam kurun waktu setahun, dimulai dari pertengahan tahun 2020 hingga akhir 2021, ia telah mendapatkan simpati dari banyak kalangan yang mengikuti channel YouTube-nya, bukan hanya dari sesama tunanetra saja, tetapi juga dari masyarakat non-disabilitas.
“Awalnya memang tidak mudah. Banyak orang terutama non-disabilitas yang belum paham tentang konten yang saya buat,” tuturnya, pertengahan September 2024. “Bahkan ada yang bertanya, apakah benar saya ini tunanetra? Namun, setelah diberi penjelasan, mereka akhirnya memahami dan banyak yang menjadi subscriber YouTube saya.”
Ia menambahkan, “Banyak dari mereka yang kini juga telah menghargai konten saya, karena itu saya berharap konten konten ini dapat membuka wawasan masyarakat non-disabilitas tentang tunanetra seperti halnya masyarakat pada umumnya. Prinsip saya, meskipun kita memiliki hambatan, tapi kita tetap mampu kok berdampak bagi siapa pun.”
Saat ini Thia sudah memperoleh sekitar tiga ribu subscriber, lho, sahabat D’Impact! Keren, ya?
Pengabdian untuk Disabilitas
Menjadi YouTuber dan TikToker sesungguhnya hanyalah side job saja bagi perempuan kelahiran tahun 1978 ini, sahabat D’Impact. Thia sejatinya adalah ASN (Aparatur Sipil Negara) di Badan Penghubung Daerah Provinsi Sulawesi Utara di Jakarta sejak tahun 2016.
“Sebelumnya,sejak pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil pada 2008 hingga 2016, saya bekerja di Dinas Sosial kotaManado. Delapan tahun saya mengabdikan diri untuk mendampingi penyandang disabilitas, khususnya tunanetra, dengan bekerja di Dinas Sosial kota Manado,” ia menambahkan.
Selagi di Dinas Sosial, ia kerap ditugaskan untuk membantu menertibkan penyandang tunanetra yang mangkal berjualan dan dinilai mengganggu ketertiban umum. Ia mengungkapkan, “Waktu itu benar benar dilema. Tapi saya harus bersikap netral dan bijak. Di satu sisi, saya harus profesional melakukan tugas dari kantor. Di sisi lain, tunanetra yang berdagang juga adalah sahabat dan senasib. Saya berusaha memberi pemahaman pada kedua belah pihak agar tercipta win-win solution.”
Nah, sahabat D’Impact, demikian kiprah Thia baik dalam pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingannya, juga passion-nya untuk melayani dan membantu kaum disabilitas.
Pada kesempatan berikutnya, Thia akan berkisah tentang siapa yang berperan sangat penting dalam membentuk dan mendukung dirinya hingga sukses kini. Penasaran? Mari simak di artikel mendatang.