
Pandemi Covid 19 dan resesi ekonomi dunia tidak bisa ditampik memberikan dampak bagi semua orang disemua rentan usia. Namun ada karakter tersendiri yang terjadi pada generasi Z. Seakan ada 2 kategori pada generasi Z ini. Kategori pertama adalah yang bisa survive dan kategori yang kedua adalah yang tidak bisa survive.
Membahas kategori yang pertama, kita akan menemukan anak-anak pada generasi ini yang justru menjadikan semua masalah ini sebagai tantangan untuk maju. Justru pandemi Covid 19 dan resesi ekonomi ini mereka jadikan momentum untuk melakukan perubahan. Berjuang dengan keras untuk memperkuat diri mereka sendiri khususnya dalam hal karier mereka. Mereka terus mengupgrade skill mereka, beradaptasi dengan keadaan sekitar. Ada saja contoh anak-anak generasi Z yang bisa bertahan di pekerjaan apapun tak peduli seberat apapun yang mereka hadapi.
Akan tetapi, berbanding terbalik dengan kategori pertama. Ada kategori kedua yang tidak bisa survive bahkan terpuruk. Mengapa demikian? Karena mereka tidak memiliki ketahanan diri yang bisa didapat dari EQ dan SQ yang baik yang harusnya mereka miliki. Mereka memilih untuk resign dari pekerjaan mereka. Entah karena apapun itu, burnout kah, lingkungan kerja yang toxic kah atau karena yang alasan yang sudah dipaparkan diawal artikel ini yaitu pandemi Covid 19 dan resesi ekonomi dunia.
Jadi walaupun sudah terikat perjanjian kerja, tidak membuat mereka berpuas diri karena masalah yang ada dihadapan mereka mengalahkan rasa syukur mereka.
Untuk kategori pertama pada generasi Z, tentu tidak didapati masalah karena mereka secara positif memaknai masalah yang mereka hadapi. Tapi yang menjadi masalah adalah kategori kedua pada generasi Z. Mereka tidak atau belum mampu menerima kenyataan sehingga menjadikan mereka lebih mudah resign dari pekerjaan mereka.
Sahabat D’Impact, dari kedua kategori generasi Z, kita sama-sama bisa mengambil pelajaran tentunya ada hikmah positif dibalik keberadaan mereka. Survive atau tidaknya seseorang itu merupakan pilihan orang itu.