Kesejahteraan Diri

Sahabat D’Impact, seperti dilansir dari IDN Times, Generasi Z – berkelahiran tahun 1997-2012 – merupakan generasi produktif terbesar di Indonesia saat ini. Jumlah Gen-Z di Indonesia pada tahun 2024 sebesar 27,94% dari 70,72% penduduk usia produktif.

Sementara itu, secara global dan dari semua generasi produktif, Gen-Z terbilang paling sadar akan kesejahteraan diri/wellbeing mereka. Kemudahan akses terhadap informasi sejak usia dini, ditambah pandemi Covid-19 yang melanda saat mereka mulai memasuki usia kerja, disinyalir berperan besar dalam hal ini. (Referensi: Forbes, McKinsey)

Lalu, seperti apa kata pekerja Gen-Z Indonesia tentang kesejahteraan diri dan keadaan wellbeing di tempat kerja mereka? Tim D’Impact bertanya langsung kepada 3 perwakilan Gen-Z dari start-up, perusahaan nasional serta perusahaan multinasional yang hadir dalam workshop tentang wellbeing at work yang digelar D’Impact baru-baru ini. Mari Simak ulasannya berikut:

Kesejahteraan Diri: Motivasi dan Motivator

Kesejahteraan diri di tempat kerja bagi ketiga narasumber gen-Z ini rupanya memiliki 2 bagian, sahabat D’Impact. Bagian pertama adalah keseimbangan antara kehidupan sehari-hari serta pemenuhan kesehatan fisik, mental, emosional dan finansial dengan tuntutan pekerjaan. Sementara itu, kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan juga tak kalah pentingnya. Laela Anggraeni, mahasiswi yang sedang magang di sebuah start-up, menjelaskan, “Ketika karyawan merasa puas dengan pekerjaan mereka, baik dari segi gaji, tugas, maupun peluang pengembangan karier, mereka cenderung lebih bersemangat dan termotivasi.”

Kesejahteraan diri sebagai akar motivasi sekaligus pemotivator pun ditekankan oleh Catharina Wulandari, Learning Executive di sebuah Perusahaan multinasional, yang menyatakan, “Wellbeing adalah salah satu faktor yang sangat memengaruhi motivasi dan performa kita baik secara personal maupun profesional.”

Intinya, seperti yang dikatakan Mizan Lazuardi, Program Lead di sebuah Perusahaan nasional, “Mewujudkan nilai wellbeing pada karyawan sama saja dengan memberikan bensin untuk karyawan tersebut menghasilkan performa kerja yang maksimal, dan wellbeing di dunia kerja bisa dikatakan terwujud apabila karyawan masih tetap bisa menikmati aktivitas bekerjanya walau dalam keadaan setertekan apapun.”

Mental Health: Apakah Ini Fokus Para Gen-Z perihal Kesejahteraan Diri Mereka?

Keseimbangan dalam segala aspek kesejahteraan diri ternyata menjadi fokus dari para Gen-Z ini, sahabat D’Impact, bukan saja antara kehidupan sehari-hari dan pekerjaan. “Dengan mengutamakan kesejahteraan mental, fisik, sosial, dan finansial, saya berusaha mencapai keseimbangan yang harmonis dalam hidup,” Laela menerangkan perihal temuan ini.

Namun, jika harus memprioritaskan salah satu aspek wellbeing, kesejahteraan/kesehatan mental berada di posisi atas atau bahkan yang utama bagi mereka. Tentang hal ini, Catharina menerangkan, “Apabila wellbeing secara mental terganggu, hal ini dapat memengaruhi semua jenis wellbeing lainnya. Seperti menjadi sakit fisik atau memiliki decision finansial yang tidak bijak.”

Berdasarkan pemaknaan dan prioritas di atas, ketiga narasumber Gen-Z menilai bahwa perusahaan tempat mereka bekerja saat ini sudah mengakomodir kesejahteraan diri mereka. Perihal ini, mereka menggarisbawahi hal-hal seperti:
• Kepercayaan untuk melaksanakan tugas dan apresiasi untuk berbagai pencapaian;
• Pengembangan diri dan keterampilan;
• Peluang untuk mengambil pendidikan lanjutan;
• Beragam program kesehatan, misalnya konsultasi gizi; hingga
Flexible working arrangement.

Meskipun demikian, Catharina, Laela dan Mizan juga mengakui bahwa hal-hal yang sudah ada perlu sekali untuk ditingkatkan demi kemajuan kesejahteraan diri karyawan.

“Improve the Good Work”

“Sebagai Gen-Z, hal yang menarik bagi kami bukan melulu tentang insentif dalam bentuk salary dan bonus, namun room for growing juga menjadi salah satu aspek yang sering kutemukan menjadi bahan pertimbangan teman-teman Gen-Z dalam menentukan jenjang karirnya,” ujar Mizan kepada tim D’Impact, menyoroti program-program pengembangan diri di perusahaan tempatnya bekerja.

“Menurut saya, akan lebih baik apabila porsian komunikasi dan awareness session kepada karyawan lebih diseimbangkan antara wellbeing fisik, mental, dan finansial. Saat ini, promosi dan komunikasi untuk wellbeing finansial sangat sedikit hingga banyak karyawan yang belum memahami benefit-nya,” Catharina menguatkan, mengacu pada keseimbangan antara seluruh aspek kesejahteraan diri yang telah dibahas di atas.

Lebih lanjut, Mizan menuturkan, “Wellbeing juga merupakan salah satu inisiasi yang bisa dilakukan sebuah korporasi dalam hal menjaga hubungan baik karyawan terhadap perusahaan.” Dan, perihal ini, Laela menambahkan, “Menurut pendapat saya, hal yang bisa ditingkatkan lagi pertama adalah memperkuat ikatan antar karyawan atau bonding di dalam tim. Selain itu, penting untuk meningkatkan akses dan komunikasi dengan departemen sumber daya manusia (HR). Dengan meningkatkan bonding antara karyawan dan memastikan akses yang lebih baik ke HR untuk konsultasi, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih mendukung, produktif, dan ramah bagi semua karyawan.”

Jadi, bagi para Gen-Z Indonesia, balance rupanya sangat penting bagi kesejahteraan diri mereka, sahabat D’Impact, juga kepuasan hati dan pengembangan diri serta hubungan interpersonal.

Semoga ulasan ini memberikan insight baik bagi sahabat D’Impact yang Gen-Z maupun yang bergerak bersama Gen-Z.

Punya opini atau insight lain terkait hal ini? Yuk berbagi di kolom komentar artikel ini, atau share di Instagram atau LinkedIn D’Impact!

Happy teaming!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *