Sahabat D’Impact, menjajaki sesuatu yang baru, termasuk pekerjaan baru, pasti memiliki tantangan tersendiri, apalagi bagi seorang penyandang disabilitas. Hal ini juga dialami oleh M. Reza Akbar, yang kini Head of Engagement Think.Web, seperti yang ia kisahkan di artikel terdahulu.

Di tengah semua tantangan tersebut, apakah atasan dan rekan kerjanya mendukung dan membantu? Dalam hal dan bentuk apa saja? Dan, di luar ranah pekerjaan, bagaimanakah interaksi sosial Ega dengan rekan-rekan sekerja? Mari simak jawabannya berikut ini, sahabat D’Impact!

Semua Sama

Ega merasa bahwa, saat ia memulai kariernya di Think.Web, 6 tahun setelah ia menjadi tunanetra total, lingkungan kerjanya – dalam hal ini, pihak manajemen dan rekan kerjanya – sangat mendukung. Dan, baginya, bentuk dukungan terbesar yang mereka berikan kepadanya adalah: “Saya diperlakukan sama, tanpa diskriminasi apa pun. Termasuk soal pekerjaan, saya selalu diberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan teman-teman yang lain. Soal nanti saya menemukan kendala aksesibilitas atau masalah lainnya, itu bisa dibicarakan nanti dan kita bareng-bareng mencari solusinya, yang penting saya dibiarkan mencoba saja dulu.”

Teman Baru di Pekerjaan Baru

Perihal interaksi sosialnya di pekerjaan baru ini, Ega mengakui, “Sebagai karyawan tunanetra pertama di Think.Web, saya memang merasa ada kecanggungan dari teman-teman saat itu. Mungkin karena mereka juga masih belum terbiasa berinteraksi dengan tunanetra, sehingga ada kesan hati-hati takut menyinggung dan lain sebagainya saat berkomunikasi atau bercanda.”

Meskipun demikian, Ega tak tinggal diam dan berusaha membaur dengan rekan-rekan kerja tersebut, dengan motto serupa prinsipnya tentang pekerjaan: Kesetaraan.

“Saya terus berusaha mengedukasi bahwa tunanetra itu sama saja kok, cuma bedanya tidak bisa melihat. Jadi dalam berinteraksi dan bercanda juga saya mencoba untuk diperlakukan sama dengan teman-teman yang lain, tidak perlu takut menyinggung,” tuturnya kepada tim D’Impact.

Lebih jauh lagi, ia mengungkapkan, “Dalam hal ini, saya juga merasa sangat terbantu oleh pihak manajemen yang selalu melibatkan saya dalam segala kegiatan di luar pekerjaan sehingga konsep inklusif bisa dijalani dengan baik.”

Kesetaraan: Kunci Inklusi Disabilitas

Bagi Ega, kesetaraan baik dalam hal pekerjaan maupun interaksi sosial adalah kunci dari inklusi disabilitas, dan hal ini perlu diusahakan oleh semua pihak yang terlibat.

“Untuk mewujudkan konsep inklusif menurut saya tidak hanya dari pihak pemberi kerja saja sih, tapi juga perlu inisiatif dan peran aktif dari saya sebagai disabilitas, seperti yang saya lakukan terhadap teman-teman di Think.Web,” ia menandaskan. “Setelah semua yang saya lakukan, saya merasa lingkungan saya menjadi jauh lebih inklusif. Teman-teman malah kadang lupa kalau saya tunanetra, dan hal ini justru membuat saya lebih nyaman.”

Pada akhirnya, dukungan besar ini membantu Ega mengembangkan kariernya, sahabat D’Impact, hingga ia menjadi Head of Engagement, 6 tahun berselang.

Bagaimana ia menghadapi lika-liku posisi barunya ini? Apa yang bisa dilakukan agar semakin banyak penyandang disabilitas yang berkecimpung di dunia kerja sektor formal, bahkan di posisi kepemimpinan? Mari simak jawabannya di artikel berikutnya, sahabat D’Impact!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *