Memperbaiki kesejahteraan karyawan, bahkan karyawan disabilitas sekalipun, tidak perlu biaya besar.
Betulkah?
2 CEO Indonesia membuktikannya dalam rangkaian perjalanan dan acara Regional Employment Summit for Persons with Visual Impairment yang digelar awal Desember 2024. Berikut ulasannya, sahabat D’Impact:
Tak Terlupakan, Tak Terabaikan
Acara yang dimaksud digelar di Hanoi, Vietnam bagi dan tentang pekerja tunanetra, terutama perekrutan mereka di sektor formal. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut andil, dan mengirimkan 10 orang delegasi untuk menghadiri serta berpartisipasi dalam acara tersebut. 2 orang CEO perusahaan – yang satu bergerak di bidang human resources sementara yang lain di bidang software – termasuk di dalamnya, bersama masing-masing 1 orang tunanetra yang bekerja di perusahaan mereka.
Perjalanan dari Jakarta ke Vietnam dan sebaliknya cukup panjang, dengan waktu menunggu dan transit di bandara yang tak sedikit. Rombongan yang berangkat pun tak kecil jumlahnya, dan tak semuanya terbiasa berinteraksi dengan tunanetra di luar konteks pekerjaan. Karenanya, organisasi ketunanetraan yang juga bagian panitia summit telah mempersiapkan buddy bagi kedua peserta tunanetra, untuk mendampingi mereka selama perjalanan dan acara.
Meskipun demikian, kedua pemberi kerja tak tinggal diam, sahabat D’Impact. Mereka menggunakan waktu perjalanan yang tak singkat untuk belajar tentang cara berinteraksi dan kehidupan sehari-hari para tunanetra. Tak hanya itu, mereka pun langsung mempraktikkannya dengan mendampingi karyawan tunanetra mereka secara dekat, mulai dari menggandeng hingga mengantarkan ke toilet dan membantu memesan makanan atau berbelanja. Hal yang kecil, mungkin, tetapi sangat berarti bagi para tunanetra tersebut, yang tidak familier dengan medan dan tidak dapat melihat apa saja yang ada di sekitar mereka.
Perhatian dan nurturing yang nyata ini pun berlangsung selama acara, sahabat D’Impact.
Memupuk Kepercayaan dan Pengembangan Diri
Saya, Melissa Chandra, dipercaya menjadi perwakilan tunanetra yang membawakan keadaan, keberhasilan, tantangan serta harapan para pekerja tunanetra Indonesia di sektor formal di forum ini. Tak mudah bagi saya untuk berbicara di depan umum, apalagi dengan beban moral dan sosial seberat ini serta persiapan yang sejujurnya kurang memadai. Meskipun demikian, atasan saya, CEO D’Impact Indonesia, Ibu Lucia Lusida, antusias sejak awal beliau mendapat kabar ini dan terus menyemangati saya hingga tiba waktunya berpresentasi. Semangat inilah yang saya pinjam untuk menguatkan kepercayaan diri dan terus berbicara walaupun sempat gugup.
Usai presentasi, beliau pun mengapresiasi saya, sebelum memberikan masukan agar public speaking saya bisa lebih baik lagi ke depannya. Constructive criticism ini tak kalah pentingnya daripada pujian, menurut saya, karena dapat membantu memupuk karakter dan skill saya baik sebagai individu maupun pekerja. Pujian menguatkan fondasi, sementara masukan membangun di atas fondasi tersebut.
Namun, apa yang dapat membantu mengembangkan bangunan yang sudah berdiri di atas fondasi ini?
Titik Tolak untuk Mengembangkan Sayap
Koneksi dan jejaring adalah bekal yang sangat penting di era ini, apalagi bagi seorang penyandang disabilitas. Meskipun demikian, tak mudah bagi seorang tunanetra total untuk menghampiri seseorang dan bercakap-cakap dengannya dalam suatu acara besar di mana layout ruangan tak begitu dikenal dan peserta seringkali berpindah posisi.
Atasan saya pun menyadari hal ini dan menawarkan, “Mau nggak kamu duduk sama teman-teman dari Filipina? Biar kenalan, punya koneksi baru.”
Tentu, saya setuju. Dan, nyatanya, beliau betul-betul memfasilitasi saya untuk membangun jejaring ini, sahabat D’Impact, mulai dari memintakan kesempatan kepada para perwakilan dari negara tetangga tersebut hingga mengantarkan saya ke tempat mereka duduk dan memperkenalkan saya.
Pada akhirnya, saya mendapatkan 3 koneksi baru yang berharga, dan hal ini termungkinkan berkat kepedulian serta uluran tangan seseorang yang menerapkan prinsip I do what I say terhadap perjuangan akan kesejahteraan pekerja disabilitas.
Bagi saya, pengalaman ini membuktikan bahwa hal-hal sederhana seperti Perhatian, apresiasi dan masukan serta penjembatanan yang tulus sangat berharga bagi seorang pekerja dan dapat diberikan siapa saja, termasuk para pemberi kerja, tanpa menguras waktu, tenaga ataupun biaya.
Semoga semakin lama semakin banyak pemberi kerja yang mengikuti jejak kedua CEO ini dalam memperjuangkan hak-hak pekerjanya, termasuk pekerja disabilitas. Salam inklusi!