
Hingga saat ini, tak semua penyakit dapat disembuhkan. Sejumlah penyakit tersebut bahkan sudah muncul sejak masa kanak-kanak. Pastor Benny Dewanto, founder dan owner Yayasan Caraka Wijaya Pratama, adalah salah satu orang yang mengalaminya.
Bagaimana kisah beliau dan cara beliau berdamai dengan penyakit menahun ini? Mari simak ulasannya berikut:
Masalah Menimpa
Menderita suatu penyakit menahun serius adalah suatu cobaan yang cukup berat. Hal inilah yang dirasakan Pastor Benny. Beliau sudah merasakan gejala-gejala penyakit yang sangat mengganggu sejak kelas 5 SD.
“Ketika menulis, darah bisa keluar begitu saja dari kuku tangan atau dari kulit tanpa rasa sakit,” beliau bercerita. “Pernah beberapa kali ketika buka kaos kaki terasa lengket, karena rupanya ada pendarahan di telapak kaki. Darah mengering sehingga lengket di kaos kaki. Semua pendarahan keluar begitu saja tanpa rasa sakit.”
Beliau baru didiagnosa menderita Polycythemia Vera ketika berumur 16 tahun. Penyakit ini disebabkan kerja sumsum tulang yang hiperaktif saat memproduksi sel darah merah. Akibatnya, darah menjadi pekat dan kental, dan susunannya pun rusak.
Parahnya, dokter juga mendiagnosa bahwa hidup Pastor Benny hanya tersisa 5 tahun lagi. Tentu saja rasa takut seketika menghantui beliau.
Tetap Menjalani Hidup
Namun, meskipun telah didiagnosa penyakit menahun demikian, upaya kesembuhan tetap dilakukan. Tindakan pengobatan yang akhirnya ditemukan sederhana, yaitu membuang darah (phlebotomy). Tindakan ini sama persis seperti donor darah, tetapi darah yang dikeluarkan tidak dipakai untuk orang lain. Prosesnya tidak mudah, karena darah Pastor Benny pekat, tetapi beliau tetap terus menjalaninya waktu demi waktu.
Beliau pun terus bersekolah, hingga lulus STM Grafika (Percetakan) tahun 1989, meskipun tidak bisa langsung berkuliah karena terkendala biaya.
“Namun entah kenapa, aku tidak minder. Buktinya di sebuah stasiun Televisi ternama karierku melejit, dan menjadi orang kepercayaan Direktur. Padahal cuman berijasah STM (Sekolah Teknik Mesin),” tutur beliau.
Suatu ketika, Pastor Benny pun jatuh cinta dengan seorang perempuan bernama Nostal yang sekarang menjadi istri beliau. Saat itu, beliau mulai belajar beribadah dan menyimak khotbah dengan baik. Saat itu pulalah beliau mulai sadar bahwa Tuhan itu dekat dan mudah ditemui, dan merasa makin tegar menghadapi penyakit menahun yang dialami.
Melanjutkan Pendidikan dan Karya
Di awal 2010, Pastor Benny meninggalkan kariernya di stasiun Televisi untuk menseriusi studi di Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung. Dengan demikian, cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan pun tercapai.
“Saat kuliah S1 ada donatur di Hongkong yang tidak aku kenal yang membiayai perkuliahanku di Seminari. Hal ini aku ketahui dari kampus,” beliau mengenang. “Kemudian ketika ambil S2, itu pun juga dibiayai gereja tempat aku melayani. Semuanya hanya anugerah dari Tuhan saja.”
Beliau berhasil lulus S1 tahun 2014 dan S2 tahun 2021 di sekolah tinggi teologi yang sama. Kemudian beliau merintis terbentuknya Yayasan Caraka Wijaya Pratama, yang merupakan creative working place (CWP) yang membantu kaum rentan untuk mendapatkan bimbingan serta advokasi secara cuma-cuma.
Sekarang Pastor Benny aktif penuh waktu sebagai Project Coordinator di CWP tersebut, juga part timer sebagai media support di Indonesian Care, yang membantu kaum miskin di perkotaan. Hingga kini pun, beliau terus menjalani phlebotomy untuk terus bertahan hidup dan berkarya.
Dan, bagi sahabat D’Impact, Pastor Benny membagikan pesan dari kehidupan yang beliau jalani selama ini, “Carilah keistimewaan di dalam dirimu. Karena itu pasti ada. Gali dan kembangkan! Itulah yang akan membuat hidupmu berarti!”