
Sahabat D’Impact, berbicara di depan umum bisa jadi tantangan yang sangat besar bagi seorang introvert. Apalagi, jika hal tersebut dilakukan dalam bahasa yang tak sering digunakan sehari-hari dan sebagai wadah mengemukakan pendapat, bukan sebagai bagian tugas juru bahasa.
Hal ini saya alami selama bekerja di suatu perusahaan rokok multinasional sebagai pekerja disabilitas yang di-hire dalam rangka meningkatkan kesadaran akan dunia disabilitas. Namun, pada akhirnya, saya bersykur karena hal ini pun memberikan saya pengalaman yang bermakna serta pelajaran yang berharga.
Bagaimana seorang pekerja disabilitas Indonesia seperti saya akhirnya merambah ke forum bisnis internasional? Mari simak perjalanannya berikut ini:
Berkenalan dengan Forum Bisnis Internasional
Ranah internasional bukan sesuatu yang asing bagi saya sejak saya beranjak remaja dan kehilangan penglihatan secara total. Pasalnya, banyak lembaga maupun pribadi internasional yang peduli dan bahkan terjun langsung dalam organisasi disabilitas di Indonesia, termasuk beberapa di mana saya tergabung. Berbahasa Inggris pun sudah tak begitu asing lagi, sejak saya menempuh kuliah S1 yang berpengantar bahasa Inggris pada tahun 2005. Beberapa kali, saya juga pernah bekerja secara freelance untuk lembaga asing. Namun, sebelum saya dipekerjakan sebagai karyawan di perusahaan rokok multinasional ini pada bulan Juni 2022, saya belum pernah berkecimpung langsung dalam forum bisnis internasional.
Ternyata, menjadi pelaku alih-alih penerjemah ketika berurusan dengan bisnis perusahaan terasa sangat berbeda, sahabat D’Impact. Di bulan-bulan pertama, saya hanya bisa mendengarkan saja dalam rapat bulanan yang digelar pimpinan global untuk seluruh divisi personalia. Saya merasa berkejaran dengan waktu, berusaha memahami isi diskusi yang diutarakan dalam bahasa yang jarang saya jumpai bentuk lisannya.
Kemudian, pada bulan November 2022, saya tidak lagi bisa berlaku sebagai pendengar setia saja.
Didorong Maju, Akhirnya mendorong Diri
Pameran internal perusahaan terkait siklus perjalanan karier karyawan digelar pada pertengahan bulan tersebut. Saya dipercaya sebagai salah satu penerima tamu VIP sekaligus penjaga booth untuk tim Inklusi dan Keberagaman dalam event ini. Namun, rupanya, pengunjung datang tidak hanya dari kalangan lokal saja. Para pimpinan global yang sedang bertamu pun ingin turut hadir dan mengunjungi setiap booth.
Di sinilah pertama kalinya saya mulai berpartisipasi aktif dalam forum bisnis internasional, dengan mengusung topik kesetaraan dan inklusi disabilitas. Meski gugup dan tak begitu percaya diri, saya mengaku kepada mereka bahwa saya senang mendapatkan kesempatan bekerja di perusahaan ini. Saya pun mendemonstrasikan dan menjelaskan cara-cara seorang tunanetra bekerja, dengan menggunakan laptop beraplikasi pembaca layar dan kertas bertuliskan huruf braille.
Selepas acara tersebut, berbekal sambutan baik para tamu internasional dan dukungan dari manajer tim, saya mulai memberanikan diri mengikuti acara-acara perusahaan yang diadakan secara global. Awalnya, saya mengikuti acara temu kenal antar divisi personalia yang tersebar di seluruh dunia. Di sana, saya kebetulan satu grup diskusi dengan Direktur HRD perusahaan tempat saya bekerja, dan merasa lega karena ternyata saya tidak seorang diri sebagai perwakilan Indonesia di grup tersebut. Beliau bahkan membantu saya speak up dan bercerita tentang kehidupan saya sebagai pekerja disabilitas netra!
Berkontribusi di Forum Bisnis Internasional
Pengalaman tersebut memberikan saya pelajaran tentang cara berbicara yang baik di forum bisnis internasional, juga keberanian untuk melakukannya lagi meskipun seorang diri. Kali berikutnya, saya mengiyakan undangan yang disodorkan manajer tim untuk forum diskusi global perihal peran perempuan dalam bisnis. Di sana, saya memberanikan diri mengajukan pertanyaan terkait pekerja disabilitas perempuan dan akhirnya turut andil dalam diskusi. Baru setelah acara saya menyadari bahwa, saat itu, saya satu-satunya perwakilan dari Indonesia yang kebetulan bisa bergabung.
Pengalaman ini makin mendorong saya untuk berpartisipasi dengan lebih aktif lagi dalam forum bisnis internasional, terutama mengenai dunia disabilitas. Meskipun demikian, rasa sangsi terhadap diri sendiri tetap muncul ketika saya kesulitan mengisi modul e-learning perusahaan dan, saat dikeluhkan pada manajer tim, beliau menyarankan saya untuk menghubungi pihak global yang menerbitkan modul tersebut.
“Lebih powerful message-nya kalau dari kamu sendiri, Lis (nama panggilan saya). Kan kamu yang mengalami. Kamu lebih tahu kesulitannya. Ini juga kesempatan kamu untuk menunjukkan diri,” tandas beliau ketika saya berargumen bahwa pihak global mungkin akan lebih “melihat” beliau yang pangkatnya sudah manajer. Akhirnya, beliau membantu menjadwalkan rapat dengan pihak global perihal ini, tetapi sayalah yang harus berpresentasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait.
Karena hal-hal seperti inilah, bagi saya, para pimpinan di tempat saya bekerja kala itu berperan sangat penting dalam usaha saya untuk “mengembangkan sayap” di forum bisnis internasional. Dukungan mereka, mulai dari penugasan hingga penyampaian undangan untuk acara-acara global yang bisa diikuti beserta panduannya, membantu saya belajar dan mengembangkan diri. Kepercayaan diri yang makin dipupuk dari pengalaman-pengalaman ini pun membantu saya dalam merealisasikan ide terkait disability inclusion, yang akan saya paparkan di artikel berikutnya.
Semoga pengalaman ini dapat bermanfaat bagi sahabat D’Impact, terutama sesama pekerja disabilitas dan introvert. Salam inklusi!