
Sahabat D’Impact, seperti yang sudah diulas di artikel sebelumnya, berinteraksi dengan PWD (persons with disability) secara langsung ternyata sangat penting. Karena itu, saya berniat melakukannya sekaligus merevisi hasil audit infrastruktur kantor, dengan restu dan bantuan rekan-rekan dalam program Disability Inclusion.
Namun, ternyata, proses pengenalan langsung ini dimulai bahkan sejak masa perencanaan menuju hari-H yang tak singkat.
Mencari Langsung dari Sumbernya
Setelah mendapat lampu hijau dari manajer tim perihal kunjungan saya ke sister headquarter perusahaan di Surabaya, kunjungan pun dirancang. Tak disangka, banyak sekali elemen yang harus diperhitungkan serta dipersiapkan dalam hal ini, dan banyak pula pihak yang dilibatkan.
Tim Keamanan dan Keselamatan Kerja adalah salah satu pihak yang dilibatkan dalam hal ini,. Pasalnya, perusahaan sangat memperhatikan keamanan dan keselamatan kerja karyawan, dan protokol khusus perlu diciptakan untuk situasi ini. Mereka juga salah satu pihak yang berkepentingan dalam hal audit infrastruktur yang akan saya lakukan.
Rekan-rekan satu program sangat antusias membantu saya menyiapkan segalanya, termasuk pertemuan daring dengan tim Employees’ Health and Safety. Dan, menyenangkan serta melegakannya, mereka pun melibatkan masukan saya sebagai orang yang akan menjalankan protokol tersebut dalam perhitungan. Saya berpartisipasi aktif dalam rapat dan memberikan gambaran kebutuhan serta kemampuan mobilitas saya sendiri sebagai pekerja disabilitas netra. Kemudian, kami bersama-sama berusaha menjawab kebutuhan yang ada dengan kemampuan saya sendiri untuk bermobilitas serta kesanggupan tim EHS untuk membantu.
Difasilitasi, Saatnya “Menunjukkan Kebolehan”
Serupa rekan-rekan lain, teman-teman di tim EHS pun awalnya masih belum memahami apa yang saya bisa dan perlukan. Dan, rupanya, ketika berinteraksi langsung dengan PWD yang diwakili oleh saya, mereka mengaku mendapatkan insight yang lebih mendalam lagi.
“Saya sempat kaget dan takut, lho, tadi Mbak lari di tangga begitu. Tapi ternyata Mbak-nya bisa, ya,” komentar manajer tim EHS di kantor yang saya kunjungi, usai briefing keselamatan kerja di hari pertama kunjungan. Beliau mengacu pada momen saat saya diundang menjajal sendiri tangga yang menghubungkan ketiga lantai gedung tempat saya bekerja selama kunjungan.
“Tangga ini enak buat saya, Kak. Soalnya, setiap anak tangganya ukurannya sama, ada railing-nya dari atas sampai bawah, dan sudut beloknya bukan melingkar tapi tajam,” sahut saya kala itu sambil tersenyum, lalu menambahkan, “Lebih enak lagi kalau ada garis melintang di ujung setiap anak tangga, dari bahan atau tekstur dan warna yang kontras dengan anak tangganya, sih. Supaya yang tunanetra total tahu kapan tanganya selesai, dan yang low vision (masih berpenglihatan sedikit) juga.”
Poin-poin serupa saya temukan dan sarankan sepanjang masa 7 hari kunjungan. Dan, tak jarang, rekan-rekan di kantor tersebut menemukan insight sendiri perihal fasilitas bagi dan cara berinteraksi langsung dengan PWD. Kebutuhan akan serta lokasi yang tepat untuk menyisihkan satu slot parkir untuk kendaraan yang ditumpangi pekerja disabilitas, misalnya.
Antusiasme Tanpa Batas
Bagi saya, audit fasilitas dan infrastruktur ini adalah bagian kunjungan yang jauh lebih mudah dijalani daripada bagian kedua, yaitu berbagi cerita sebagai pekerja disabilitas netra. Pasalnya, saya harus melakukannya secara langsung dengan berbagai tim yang berkantor di seputaran Surabaya dan Pasuruan, tak hanya melalui tulisan seperti yang kini biasa saya lakukan. Terakhir kali saya melakukan public speaking adalah beberapa tahun sebelumnya dan hanya lewat video conference pula!
Namun, ternyata, syukurnya juga, audience yang merelakan waktu mendengarkan kisah saya sangat antusias untuk mengenal pekerja disabilitas lebih dekat lagi. Mereka pun mengaku senang dapat berinteraksi langsung dengan PWD, dan mendapatkan insight untuk menjalankan kehidupan dan pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan, ada pula tim yang berinisiatif berusaha menjadwalkan pertemuan dengan saya, agar saya dapat berbagi cerita dengan mereka juga.
Tak hanya itu, sepulang saya ke Jakarta pun, kunjungan ini ternyata terus membuahkan hasil. Sekarang sudah ada slot parkir khusus untuk kendaraan PWD dan lift berlabel braille di kantor pusat Surabaya. Dan, tak mau kalah, kantor pusat Jakarta juga sudah memiliki lift berlabel braille dan berfitur rekaman audio yang mengumumkan setiap perhentian lift!
Sahabat D’Impact, saya merasa terkejut sekaligus terharu sekali mendapati antusiasme luar biasa ini, juga kesadaran bahwa ternyata berinteraksi langsung dengan PWD sangat penting meskipun terkesan sepele. Hal inilah yang memberikan saya kepercayaan diri serta antusiasme ketika diminta membantu menjaga booth tentang Inclusion and Diversity di pameran internal perusahaan yang diselenggarakan bulan berikutnya.
Seperti apa petualangan saya selama persiapan dan pelaksanaan pameran tersebut? Mari simak di artikel berikutnya, sahabat D’Impact!